Semalam saya mendengar lagu Aspalela di You Tube, terenyuh saya mendengarnya, karena saya sangat kenal lantunan musik yang dinyanyikan. Lagu “Abang Tukang Bakso” yang menjadi lagu favorit saya semasa kanak-kanak. Lagu yang dinyanyikan oleh Saipul Apek memang sedang hits di Malaysia. Terlepas dari apakah Saipul sudah meminta izin kepada Agil/Mamo, hal itu perlu diklarifikasi. Namun, sedihnya saya jika itu sebuah penjiplakan tanpa izin. Tapi, saat ini bukan Malaysia yang akan saya bahas, sekalipun saya sangat kecewa dengan penjiplakan yang berulang-ulang. Sebuah penjiplakan terkesan menjadi sebuah pembiasaan di beberapa negara Asia. Di Indonesia contohnya, penjiplakan banyak dilakukan. Mudahnya software komputer, CD film dan lagu yang seharga 6000 (di Jakarta) ditemukan di pasaran, bahkan di mal-mal ekslusif. Sayangnya, saya juga tidak sanggup membeli software SPSS seharga $100 yang hanya berlaku satu tahun, itupun student edition :((. Sebuah dilema kembali saya hadapi diantara kebutuhan dan idealisme. Belum lagi, mudahnya fotokopi buku-buku textbook di Indonesia, saya ingat ketika memfotokopi di jurusan harus melaporkan “judul buku dan halaman” yang akan difotokopi, itupun maksimal 10% dari isi buku. Sebuah idealisme kembali tertantang, ketika seorang ibu dari keluarga tak mampu datang ke orang tua saya yang kebetulan juga seorang guru,untuk meminta izin memfotocopy buku pelajaran untuk anaknya yang menjadi acuan ibu saya mengajar, dengan alasan tidak memiliki uang untuk membeli buku. Sedihnya, karena saya tahu untuk membayar uang sekolah (bukan SPP tapi jenis-jenis uang yang lain :((() mereka sangat kesulitan. Ironi memang..
Penjiplakan sepertinya merambah ke semua bidang, termasuk dunia pendidikan. Berkaca pada diri saya pribadi, pada saat kuliah saya sangat mudah menulis sebuah makalah dengan ribuan kata dalam sehari, sayangnya dengan sistem “copy- paste” dari beberapa buku. Tugas makalah tidak menjadi tantangan ataupun refleksi pemahaman saya saat itu. Tapi, saya benar-benar kesulitan ketika saya kuliah di sini, penjiplakan/plagiarism menjadi sebuah pelanggaran serius yang dapat berdampak dikeluarkannya mahasiswa dari universitas, dan itu terjadi. Menulis sebuah artikel ataupun penelitian menjadi proses perjuangan yang sangat sulit saya lakukan, bukan hanya karena bahasa inggris yang juga merupakan masalah, namun karena sulitnya mengubah kebiasaan “copy-paste” dari sebuah resources. Apalagi ketika membaca sebuah sumber, rasanya bahasa tulisan dari sebuah buku atau artikel tersebut, selalu saja menurut saya memiliki bahasa yang sempurna. Alhasil, menulis sebuah paper, bisa membutuhkan waktu yang lama :((. Sebenarnya sederhana, jika mengutip secara utuh atau tidak, maka masukkan referensi yang digunakan. Namun, jika saya merefleksikan pada proses belajar saya dahulu, sepertinya makalah-makalah saya waktu saat itu berisi semua kutipan ..:((.
Saat ini saya belajar,belajar mem’paraphrase” sebuah kalimat kutipan, belajar menuliskan semua referensi dari kutipan yang saya ambil, belajar menulis apa yang “original” dalam pikiran saya, dan yang paling penting belajar “JUJUR”. Beberapa hal yang saya lakukan untuk menghindari plagiarism dalam menulis, 1) membaca dan temukan ide intinya, 2) mencoba menuliskan dalam bahasa saya sendiri, 3) kemudian mengubah struktur kata, seperti pasif menjadi aktif atau sebaliknya, atau mengubah subjek, dsb, 4) tulis opini sendiri terhadap ide tersebut, yang jadi masalah kita seringkali tidak percaya diri dengan ide kita sendiri, namun kita harus mulai belajar kalau kita juga punya opini 5) jgn lupa masukkan referensinya..he2. Kesannya sederhana, namun buat saya pribadi hal ini membutuhkan proses belajar yang panjang, bahkan berkali-kali saya mengikuti pelatihan cara menghindari plagiarism. Memang tulisan-tulisan orang lain terkesan sangat sempurna, apalagi buku-buku atau artikel yang sudah dipublish, tapi dengan menuliskan pendapat kita sendiri itu lebih berharga. Saat ini yang saya rasakan, sebuah kebanggaan, sekalipun tulisan saya kurang bagus, bukan hanya karena bahasa, namun juga karena ide-ide yang kurang atau bisa dibilang tidak briliant, namun itu pendapat saya sendiri. Alhasil, saya percaya diri mengirimkan 2 buah hasil penelitian saya dalam sebuah conference di sini, yang tidak pernah saya pikirkan, saya sanggup melakukannya. Sebuah proses belajar telah terjadi dalam diri saya, merubah sebuah pembiasaan yang sudah menjadi bagian diri saya. Semoga, saya juga tidak lagi melihat makalah-makalah ataupun laporan praktikum mahasiswa saya yang berisi kutipan-kutipan dari buku tanpa mencantumkan referensi, semoga saya tidak lagi membaca isi buku atau artikel berpindah ke tugas-tugas mahasiswa saya dan terkesan sebagai opini mereka pribadi. Semoga, saya menemukan ide-ide original dalam tugas-tugas mereka. Saya tidak membutuhkan jawaban yang benar, tapi jawaban yang ada di pikiran mereka. Sebuah proses yang saya yakin membutuhkan pembelajaran, bukan hanya untuk mereka namun juga untuk saya. Bukankah seorang pendidik yang baik juga seorang pembelajar?..semoga..
You must log in to post a comment.